Sttttttt.......... Ngopi dulu Pak bro sebelum baca postingan..
Sering ngopi cepet kaya.
Boleh juga sambil ngerokok, tapi jangan ampe kayak temen ane dibawah...
ngerokok apa klalpot...
Biar Ente semangat, Ane kasih yng bening2 dulu Pak Bro...Bening kayak kaca abis disemprot pake Cling....
Ongke, langsung ke postingan.....
Cekidot nih postingan Ane dari blog sebelah, sekedar ngingetin sesama muslim.. hati-hati dengan pemikiran SEPILIS (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) udah menyebar kemana-mana udah kayak aplikasi BBM.
Kyai Vs Liberal
“Manusia itu mulia bukan karena orientasi seksnya.Tapi karena takwanya. Kalo seorang homo atau lesbi menikah sesama jenis, terus bertakwa, mengapa disalahkan? Bukankah takwa tak mengenal jenis kelamin?” Si liberal terus nyerocos kaya petasan renteng.
“Hmmm…” lagi-lagi dan lagi Kyai Adung hanya merespon dengan hmm saja.
Nah, ternyata hmmm-nya Kyai Adung membuat orang-orang itu malah tambah keki bin sewot.
“Kami mendukung jika ada undang-undang yang melegalkan perkawinan sesame jenis. Sebagai seorang muslim, saya insyaf, sepengetahuan saya tidak ada satu ayat pun dalam Al Quran yang melarang perkawinan sejenis.”
“Memang dalam Al Quran nggak ada ayat yang artinya ‘Hey lelaki jangan kawin dengan laki-laki. Hey perempuan jangan kawin dengan perempuan. Nanti kalian akan disebut homo dan lesbian.’ Tapi jangan lupa Allah telah menghukum dan mengadzab kaum Nabi Luth Alaihisalam yang melakukan liwath1 , “ kata Kyai Adung menimpali.
“Nah, kalo tidak ada dalil laranan kenapa harus takut mendukung mereka mendapatkan hak-haknya untuk menikah? Kalo dilarang itu malah melanggar HAM.”
“Sejak kapan ente peduli ada dalil apa nggak?” Kyai Adung mulai angot. Ibarat motor mesinnya mulai panas.
“Maksudnya?”
“Kalaupun ada dalil larangannya, apa ente akan patuh pada dalil itu?” tanya Kyai Adung lagi.
“Kenapa Kyai bertanya begitu?”
“Iya dong. Lha wong soal pembagian pusaka 2:1 untuk laki-laki dan perempuan saja ente tolak. Dalil larangan menikah beda agama saja ente anggap sudah usang. Sekarang, mengapa tiba-tiba ente mempersoalkan keadaan dalil yang secara tegas melarang perkawinan sesame jenis? Apa kalo ada dalil larangan soal perkawinan sesame jenis itu, ente akan sami’na wa atho’na?2 Jangan-jangan tetap sami’na wa ashoyna3 kayak tempo hari.”
“Begini, Kyai, melihatnya jangan begitu. Itu, ‘kan, soal penafsiran. Penafsiran, ‘kan relatif. Nah, jika tidak ada dalil larangan, berarti tidak boleh ada penafsiran yang dipaksakan untuk melarang perkawinan mereka, dong?”
“Ente selalu pake senjata relatif. Padahal kalo semua dipahami relatif, tidak ada term kebenaran dan kejahatan. Kayak apapun Al Quran ngomong, tetap saja relatif menurut ente. Yang absolute Cuma HAM.” Kyai Adung mulai tambah angot. Siap-siap ngegas.
Menurut saya tidak begitu. Tidak ada dalil Al Quran yang melarang perkawinan sesama jenis itu, lalu HAM memayungi mereka, ini klop. Kyai saja yang alergi dengan HAM.”
“Wah, ente pantas jadi pahlawan HAM. Jadi pahlawan kaum homo dan lesbi. Tapi saya kurang yakin, ente serius apa nggak. Yang sudah-sudah, sih, nggak sepenuh hati.”
“Saya akan tetap membela kepentingan mereka sampai hak-hak mereka terpenuhi. Bagi saya, mereka sehat seperti kita. Hanya agamawan yang kolot saja yang berpikir macam orang primitif yang mengharamkan perkawinan sejenis.”
Kyai Adung berasa keliyengan mendengar argumen si liberal. Kepalanya terasa berkunang-kunang sebesar kumbang kelapa yang bertebrangan keluar dari rambut kepalanya. Mendengar kata primitif, kunang-kunang seperti bertambah banyak mengelilingi kepala kyai kampung itu.
Dan keluarlah akar jailnya…
“Kalo sekiranya tiba-tiba anak laki-laki ente minta izin untuk menikah dengan kekasihnya sesama laki-laki bagaimana sikap ente?”
Diam. Hening. Mikir sambil berdehem dan mengerutkan kening.
“Atau, kalo sekiranya tiba-tiba anak perempuan ente minta izin untuk menikah dengan kekasihnya sesama perempuan, bagaimana?”
Diam lagi. Mikir lagi.
“Atau sekiranya bapak ente jadi duda, terus bilang ke ente, ‘Bapak mau nikah dengan sesama duda’, ente bilang apa?
“itu tidak mungkin?”
“Ini, kan, pengandaian saja. Seandainya benar kejadian. Mungkin saja, ‘kan? Yang saya Tanya, ‘kan, sikap ente sebagai pejuang dan pahlawan kaum homo dan lesbi.”
“Bapak saya, ‘kan sudah mati. He he he… Saya juga gak punya anak tuh.”
“Hah? Ente nggak punya anak? Bearti ente mandul dong?!”
“He he he…nggak juga. Saya belum nikah.”
Nah, pas kalo gitu.”
“Pas appan?”
“Gimana kalo ente saya nikahkan dengan beruk betina milik saya?”
“Enak aja. Emang saya cowok apaan?”
“Lha, ‘kan, kata ente, laki-laki nikah sama laki-laki boleh karena tidak ada dalil yang ngelarang.”
“itu, ‘kan, kasus homo dan lesbi. Nggak bisa diterapkan untuk saya dan beruk.”
“Bisa dong. ‘Kan, nggak ada satu pun dalil Al Quran yang melarang ente kawin sama beruk!”
“Bwuahahahahahahahahahhahahaha…” si liberal ketawa ngakak.
“Makanya jangan main-main soal agama. Agama itu sesuai fitrah. Jangankan ente, beruk jantan aja nggak ada yang mau kawin sama beruk jantan. Ntar¸ beruk makan beruk, dong…”
Si liberal mulai grogi.
“Masa kalah sama beruk…,” kata Kyai Adung agak ngeledek.
Si liberal garuk-garuk kepala. Antara mau ketawa lagi sama menahan malu.
__________________________________________________________
Kyai Adung galau stadium empat ketika mendengar/membaca pemikiran-pemikiran yang ternyata bukan datang dari orang biasa, tetapi justru dari kaum terpelajar, professor, doctor, cendikiawan, dosen perguruan tinggi Islam, kyai, anak keturunan kyai , santri dan lain-lain. Pemikiran-pemikiran seperti larangan pernikahan sesama jenis sudah usang, orang Islam yang berani bilang bahwa Al Quran bukan lagi kitab suci, bahwa wanita bisa menjadi khatib shalat jumat, orang kafir bukan orang diluar Islam, tetapi orang yang menyembah tuhan yang sama dengan muslim dan orang Islam bisa seenaknya ngomong ada ‘Area Bebas Tuhan.’
Pemikiran yang mengobrak-abrik akidah umat dengan label sepilis itu membuat Kyai Adung yang dari kampung gigit jari. Gigit jari karena tidak bisa melawan pemikiran “gila” itu seperti yang dilakukan para cendikiawan yang ikhlas, tawadhu’, cerdas, dan sadar akan kerusakan yang ditimbulkan pemikiran tersebut. Kyai Adung cuma bisa ngejailin, Ya. Jaili saja. Mari melawan pemikiran konyol dengan humor.
Sumur : IslamPos ,Share,
4 komentar:
ada perbedaan yang unik, ada kenyataan yang diluar normal.. ada anak yang gak lahir tanpa kaki, tap fitrahnya sebagai manusia harus tetap berjalan.. apapun caranya tapi tentu tanpa melanggar fitrah itu sendiri
homo dan lesbi banyak tercipta dari keadaaan lingkungan dan pergaulan, apabila itu masalah hormonal seharusnya dinamakan penyakit, penyakit itu harus di cari obatnya
manusia menjadikan pasangan hanya sebagai kebutuhan fisik dan psikologi, menjadikan uang sebagai tuhannya.. lalu bagaimana semua tidak menjadi lumrah ( relatif )
jaman sudah berubah.. perlu figur islam nasional sebagai panutan..
Posting Komentar