skip to main |
skip to sidebar
Penjelasan MUI Kontroversi Ucapan
Selamat Natal
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menyatakan umat Muslim di Indonesia tidak perlu mengucapkan selamat
Natal untuk umat Nasrani. Imbauan itu didasarkan pada fatwa yang telah
dikeluarkan oleh MUI pada tahun sebelumnya.
Itu mengacu pada fatwa MUI
tahun 1981, saat ketuanya Buya Hamka, kata Ketua MUI, Amidan Senin 24
Desember 2012. Menurut Amidan, fatwa tersebut mengacu pada Ibnu Qayyim
dan Ibnu Taimiyah. Pada pokoknya, kata dia, tidak perlu atau tidak boleh
mengucapkan selamat Natal. “Nah alasan pada umumnya, tasabuh atau
menyerupai, misalnya berpakaian seperti orang Nasrani atau pun ikut
memperingati,” Amidan menambahkan.
Meski demikian,
dia melanjutkan, sejumlah ulama Indonesia ada yang berpendapat berbeda
dengan MUI. Mereka yang berbeda pada umumnya adalah ulama kontemporer.
“Mereka berdasarkan fatwa Yusuf Qardhawi. Dia ulama internasional, juga
sering datang ke Indonesia,” kata dia.
Amidan menjelaskan, menurut
fatwa Qardhawi, boleh mengucapkan selamat Natal, tapi ada kondisional.
Artinya, ucapan selamat Natal diperbolehkan dengan syarat tertentu,
misalnya saat berada di kalangan yang kebanyakan umat Nasrani seperti di
NTT, karena ada hubungan kekerabatan, atau memiliki hubungan pertemanan
atau sosial.
“Jadi, kalau di Indonesia yang menonjol atau yang
menyetujui seperti Quraish Shihab. Yang lain juga banyak membolehkan
saja,” tutur Amidan.
Jadi, tambah dia, terserah Umat Muslim Indonesia
menafsirkan. Mau ikut yang mana. “Kalau mengacu pada fatwa tahun 1981
kan tidak diubah-ubah. Artinya, saya tafsirkan tidak perlu,” kata
Amidan.
Tak hanya mengucapkan selamat Natal, MUI mengatakan umat
Muslim Indonesia tidak boleh menghadiri acara ritual Natal. Umat Muslim,
kata Amidan, hanya boleh hadir saat perayaan seremonial saja. “Bukan
ritualnya, misal menyalakan lilin, itu bagian ibadah mereka, tidak perlu
masuk ke ibadah,” kata Amidan.
,Share,
0 komentar:
Posting Komentar