Si Niat dan Si Tindakan
Pada suatu sore, Si Niat menerima kedatangan Si Tindakan di beranda rumahnya. Sambil menyesap secangkir teh hangat, mereka bercakap-cakap layaknya sahabat lama.
Si Niat : “Kamu apa kabar, Tindakan? Kemana aja selama ini?”
Si Tindakan : “Aku baik-baik aja kok, seperti yang kamu lihat sekarang.”
Si Niat : “Kenapa jarang keliatan? Semua orang
nanyain kamu lho. Pertemuan dengan
teman-teman minggu kemarin pun kamu
nggak datang kan?”
Si Tindakan : “Buat apa aku datang?”
Si Niat : “Buat apa? Tentu saja untuk menemani aku. Orang tidak ada yang melihat
keberadaanku kalau kamu tidak berdiri di samping aku, Tindakan.”
Si Tindakan : “Kamu tahu kenapa terkadang aku tidak menemani kamu, Niat?
Si Niat : “Kenapa? Karena kamu malas? Karena kamu sibuk? Capek?”
Si Tindakan : “Itu benar. Kadang aku malas, kadang aku sibuk, kadang aku capek. Tapi yang paling aku takutkan ketika aku ada di samping kamu adalah orang-orang malah
melihat kamu dengan tidak semestinya. Kamu dipandang sebelah mata, Niat.
Si Niat : “Aku lebih memilih dipandang sebelah
mata, daripada tidak dipandang sama sekali.
Aku capek menjadi yang tidak
terlihat. Aku tidak mau hanya sekedar menjadi diriku,
aku
membutuhkanmu. Temani aku selalu ya, Tindakan.“
Si Tindakan : “Baiklah. Tapi berjanjilah padaku satu hal.”
Si Niat : “Apa itu, Tindakan?”
Si Tindakan : “Berjanjilah untuk tidak mendengarkan apa kata orang-orang terhadapmu, karena hanya kamu yang tahu siapa dirimu sebenarnya.”
Si Niat : “Apa sih yang nggak buat kamu, Tindakan?”
Seulas senyum simpul menghiasi wajah Si Tindakan dan sesapan terakhir teh hangat manapun tidak pernah senikmat itu bagi mereka berdua. ,Share,
0 komentar:
Posting Komentar